Masih ingat kan dengan lirik lagu berikut,
“......
Hormati gurumu, sayangi teman,
Itulah tandanya kau murid budiman
......”
DULU, waktu masih duduk di Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), lirik lagu tersebut masih sangat relevan.
DULU, senakal-nakal siswa, saat bertemu dengan guru entah di jalan atau dimanapun, ia akan tertunduk diam dan hormat kepada sang guru. Ia akan ikhlas mencium tangan mereka dengan harapan agar mendapatkan ilmu barokah.
DULU, saat guru memberikan nasehat, mereka akan dengarkan dengan seksama dan berikhtiar untuk memenuhi nasehat tersebut dengan segala macam cara asal tak bertentangan dengan ajaran agama.
DULU, saat guru menghukum, memukul bagi yang tidak buat PR, menjewer bagi yang tidak memperhatikan penjelasan dan menskor bagi yang nakalnya agak alai.
Betapa mereka akan sangat merasa malu dan biasanya akan berjanji pada diri sendiri untuk tidak melakukan kekonyolan-kekonyolan itu kembali. Karena bagi mereka, perbuatan tersebut juga akan dapat merusak citra dan nama baik orang tua.
DULU, saat orang tua melihat anaknya pulang sambil menangis karena telah dihukum di Sekolah (oleh guru), mereka akan menambah “penderitaan” sang siswa dengan tambah memarahinya akibat kenakalan yang dilakukan. Sebagian besar para orang tua selalu berpihak pada guru (bukan siswa), karena mereka percaya dan yakin setiap guru pasti melakukan itu karena ingin memperbaiki anak didiknya, selalu pasti demi kebaikan mereka semua.
DULU, belum pernah saya temukan siswa berdandan di dalam kelas, membawa perlengkapan lipstik di dalam kelas, berkaca, berkincu di kelas dan bahkan dilakukan di depan para guru. Mungkin mereka ada yang bawa, tetapi mereka tidak lakukan “dandan diri” itu di tempat umum dan terbuka.
Namun, LAIN DULU, LAIN SEKARANG.
SEKARANG, lirik lagu di atas sudah berangsur kurang relevan meski idealnya harus terus demikian. Sebagian besar siswa hari ini lebih mengamalkan lantunan kalimat kedua dibanding pertama. Mereka lebih banyak menyisakan “sayangi teman” dan mengabaikan (bahasa halus dari membuang) kalimat pertama “hormati gurumu”. Sayangnya pada temannyapun sekarang agak berbeda dengan cara siswa dulu menyayangi temannya, sekarang (maaf) sampai ada yang dihamili diluar nikah. Dan itu sudah menjadi rahasia umum di negeri tercinta ini.
SISWA HARI INI, saat dimarahi, sebagian besar dari mereka kadang hanya menjawab dengan senyum yang sumringah layaknya seorang yang tak bersalah.
SISWA HARI INI, saat mereka di skor, boro-boro akan merasa jera dan malu, justru mereka seperti merasa mendapatkan piala bergilir, seperti kejatuhan durian runtuh (bahasa ipin upin...hehe). Mereka malah dengan bangga menjalani sanksi itu. Bahkan tak jarang ditemukan siswa sekarang saat diskor, mereka malah menambah hari skornya dari yang sudah ditentukan. Diskor 5 hari, mereka lanjutkan dengan menambah 2 hari lagi, mungkin ingin menggenapkan agar seminggu. (hehe.... coba, susah dibayangkan).
SISWA HARI INI, saat di jewer dikit, ngelapor ke orang tua. Hasilnya, tidak sedikit dari orang tua mengakhiri laporannya ke kantor polisi.
SISWA HARI INI, saat dimarahi dan diperingati, tidak sedikit dari mereka bukannya malu dan mendengarkan dengan baik, justru kadang malah melawan.
Siapa yang harus disalahkan?? Guru?? Siswa?? Wali murid?? Kebijakan?? Kurikulum??
Wallahu a’lam bissawab.