0
Idealnya setiap ujian yang diselenggarakan oleh sekolah dari Ulangan harian, MID semester, hingga ujian kelulusan tujuannya adalah untuk mengukur kemampuan pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diterima dari guru. Namun harapan itu tak sepenuhnya benar, tak ubahnya seperti menghayalkan sesuatu yang hampir tidak mungkin terjadi. Tidak mustahil memang tetapi kemungkinannya masih didominasi oleh keraguan.  

Bukankah setiap ujian diselenggarakan untuk melihat kemampuan kognitif siswa? Jawaban benarnya adalah “YA”. Namun jika dilihat dari realita yang ada, jawaban tersebut tidak sepenuhnya tentang itu. Karena dalam prosesnya sebagian besar siswa menyelesaikan soal ujiannya rata-rata dengan cara yang tak dibenarkan. Mulai dari mencontek pekerjaan teman, bekerja sama dengan teman sebangku, adu lempar dan tukar jawaban dan lain sebagainya. Bahkan tak jak jarang sering ditemukan siswa dengan leluasa membuka bukunya meski pada saat yang sama pengawas ujian sedang berada disana (dalam ruang ujian).

Sudah waktunya, seharusnya kita jangan terlalu menomor wahidkan kecerdasan kognitif. Namun ada yang lebih penting yaitu, kecerdasan spiritual (akhlak). Tak apa jika ada siswa mendapatkan nilai rata-rata ujian hanya 50 tetapi sudah berusaha dan jujur saat ujian dibanding siswa dapat nilai 90 tetapi hasil nyontek, kerjasama dan sejenisnya.  

Kita pahami bersama bahwa negara RI ini agak berantakan seperti sekarang ini dikarenakan banyaknya orang cerdas dari segi otak namun bejat dari sisi moralnya (baca: Spiritual). Belum terlambat melakukan pembenahan. Sekali lagi dalam proses pembenahan ini, berhentilah kita memfokuskan diri pada nilai rapot semata, akan tetapi pada perbaikan akhlak yang sempurna. 

Post a Comment

 
Top