2
Saya pernah bertanya pada seorang siswa SMA tentang pendapatnya mengenai mahasiswa. Dalam pikirannya, siswa tersebut berpendapat bahwa mahasiswa itu adalah orang yang hebat dengan beragam kecerdasannya. Mereka dapat membawa negara ke arah mana yang diinginkan. Sejarah membuktikan bahwa karena mahasiswalah orde lama dapat ditumbangkan hingga berubah menjadi orde reformasi. Itu sebabnya tepat kalau mahasiswa itu manusia super nan hebat. 


Mendengar jawaban siswa itu, saya tersenyum sambil bergumam “andai kalian tahu seperti apa mahasiswa hari ini, yang sebagian besar sangat jauh berbeda wataknya dengan karakter mahasiswa 17 tahun yang lalu”. Mestinya persepsi seperti ini (jawaban siswa) harus menjadi bahan “muhasabah dan tafakur” bagi mahasiswa hari ini. Mereka kadang tanpa sadar sedang menjadi “role model” bagi generasi selanjutnya. Apa yang akan siswa pikir tentang mereka jika mengetahui seperti apa seniornya sekarang ini? Yang hanya lebih suka membuang waktu dengan percuma jika sedang ada mata kuliah yang kosong. Yang hanya membawa satu buku bahkan satu lembar kertas saja setiap berangkat ke kampus. Yang hanya nongkrong bersama si do’i saat jam belajar tidak keisi. Yang hanya hobi copy paste saat mengerjakan tugas mata kuliah. Tidak semua mahasiswa memang berwatak sama seperti itu, namun hampir dapat dipastikan jika dipesentasekan angkanya akan lebih banyak dari angka idealnya.     

Mahasiswa memang sudah seharusnya memiliki cara berfikir yang berbeda dari kebanyakan generasi di bawah tingkatnya (tingkat SMA dan SMP). Idealnya ia harus memiliki kebiasaan yang layak dicontoh bagi juniornya. Beberapa kebiasaan positif tersebut diantaranya, membiasakan diri dengan budaya membaca dan menulis. Tidak lantas pada setiap mengerjakan tugas selalu mengandalkan “Mbah Google” sebagai alternatif jalan penyelesaian smartnya. Selain itu juga, kebiasaan yang masuk dalam kategori layak dicontoh yakni, tatkala jam kuliah kosong, hendaknya mereka mestinya menggunakan waktu tersebut dengan mengisinya sebagai wadah diskusi. Selanjutnya harus aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dengan ikut bergabung dalam organisasi intra maupun ekstara kampus. Dengan demikian mereka akan layak disebut sebagai mahasiswa yang sesungguhnya. 

Sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki kebiasanaan seperti di atas dalam persepsi saya disebut “Mahasiswa Setengah Sempurna”. Ya mau apalagi, mereka tidak memaknai kata “Maha” atas “Kesiswaan” mereka secara total. Akibatnya rutinitas yang tak semestinya dimiliki oleh seorang mahasiswa malah menjadi karakter kekal di otak mereka. Payah kan??? 

Pengalaman saya bersama mahasiswa, saat sebagai pembimbing penyusunan tugas akhir (SKRIPSI) menunjukkan bahwa kita akan dengan mudah mengidentifikasi mana mahasiswa yang memiliki budaya positif seperti membaca-menulis dengan baik dan yang tidak. Ini dapat terlihat dari karya yang mereka miliki. Bagi mahasiswa yang sudah “kecanduan” dengan dunia baca-tulis, kalimat demi kalimat di karyanya ditulis dengan runut dan sistematis, sehingga bagi setiap yang membacanya akan dengan mudah memahami isinya. Berbeda dengan mahasiswa sebaliknya, seringkali saya temukan, kalimat demi kalimat yang telah disusun sama sekali tidak ada sangkut pautnya, tidak nyambung dengan kalimat selanjutnya. 

Ini sesungguhnya memalukan, tapi inilah kondisi riil yang yang disuguhkan oleh sebagian dari mahasiswa kita hari ini. Terus solusinya bagaimana? Jawabannya, semua kembali pada mahasiswa tersebut.   

#Sebuah refleksi

Post a Comment

  1. Memang realitanya seperti itu skarang pak,,, zaman sudah berubah, semangat mahasiswa yang dulu sudah hilang,adab terhadap dosen berkurang,, tdk sedikit pengalaman ketika bapak dosen yang usianya sudah tidak dikatakan muda lagi dan suaranya hampir habis mencoba menjelaskan materi kuliah, beberapa mahasiswa sedang asyik mengupdate status facebook, yang lain ngrumpi tentang pacarnya, bahkan ada yang tidur di pojok ruangan. namun menjelang perkuliahan berakhir, sontak seluruh kelas berteriak. "absennya pak....!!!!" sang dosen mengajar dengan hati terkikis dan terenyuh,,,itu kurangnya kesadaran diri menjadi seorang mahasiswa,,,karena mungkin kebanyakan dari kita atau saya pribadi masuk kuliyah hanya untuk mengisi absensi,,,absen full tugas lengkap,, so nilai terjamin,, itu saja mungkin ujung-ujung nya,, dan intinya kami masih belom menjadi mahasiswa yg ideal,,

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

 
Top